Rabu, 20 Mei 2020



Artapela 2018,

Berbaring di kasur ternyaman, melepaskan segala beban yang sudah lama tidak menemukan muara untuk pulang. Gadis remaja bernama suarina Ini Terbiasa bersibuk ria menuntut ilmu di pesantren, tapi selalu Punya mimpi ingin pergi ke tempat yang Bisa membuatnya lebih dekat dengan langit.
Suarina yang kerap di panggil suar ini, memiliki saudara yang sudah menjadi karibnya selama 15 tahun terakhir. Sejak TK, SD dan SMP pun mereka selalu bersekolah di sekolah yang sama.  Tapi memasuki jenjang SMA, suarina memilih bersekolah di luar kota dan meneruskan pesantren di sana. Dan saudara karibnya yang bernama fatih Pun memilih untuk meneruskan sekolah nya di bandung.
Saat ini suar sedang pulang setelah menghabiskan 1 semester di sana. Suar begitu menggilai hal-hal berbau pendakian meskipun belum pernah sekalipun pergi mendaki ke gunung. Ia selalu punya keinginan untuk bisa pergi dan mewujudkan harapannya, yaitu untuk bisa lebih dekat dengan langit.
Akhirnya sang maha semesta mengabulkan tiap harapannya. Fatih mengajaknya pergi mendaki gunung Artapela untuk pertama kalinya,  bagi fatih ini Kesekian kalinya ia pergi mendaki Gunung.  Tanpa basa basi suar pun mengiyakan ajakan fatih.
"fatih,  tapi kan aku tidak punya peralatan untuk mendaki,  carrier pun aku tidak punya? ". Tanya suar
"sudahlah,  masukan saja barang-barang mu ke dalam tasku. Dan sebagai gantinya kamu bawa gitarku. " jawab fatih
"Memang tidak apa apa? ".
" Tenang, tidak papa,  lagi pula kan ini pertama kalinya kau pergi mendaki, biar aku jadikan mu sebagai ratu di sana. Dan supaya tinggi badanmu tidak makin pendek karena membawa tas yang berat,  hhi. " nada fatih meledek.
" gimana kamu aja tih, malas aku bicara denganmu. " timbal suar sambil menempelkan tangan kanannya di kening.
" nanti kita berangkat dzuhur,  jadi bersiap siaplah."
" oke siap. "
••••••
Dzuhurpun tiba setelah selesai solat, Suar dan fatih bergegas pergi. Mereka tidak hanya berdua,  fatih mengajak sahabat sahabat mereka yang lain.  Yaitu Ridho sebagai orang yang akan menunjukan jalan,  Ardi, dan yang lainnya. Perempuan yang lainnya pun ikut serta yaitu sani dan resma. Mereka pergi dengan rombongan para sahabat lainnya.
Jam menunjukan pukul 14:00 WIB, menunjukan mereka harus segera memulai pendakian. Sebelumnya mereka sempat mampir ke sebuah musola untuk membersihkan beras untuk di masak nanti, kemudian melanjutkan perjalanan kembali.  Awalnya semua berjalan lancar bagi suar,  ia mulai menaiki tangga-tangga tanah Yang kemudian menyuguhkan pemandangan pemukiman sekitar yang begitu indah dari ketinggian yang masih rendah.  Hingga tiba-tiba pandangan suar mulai gelap,  kepalanya berputar-putar,  nafasnya mulai sesak, ia sesekali berhenti lalu kembali berjalan,  hingga akhirnya dia memilih untuk duduk dan menepi lebih lama.  Di sekeliling nya ada fatih,  ridho dan ardi,  merekapun ikut berhenti ketika melihat suar mulai kehilangan tenaga untuk berjalan.
" udah kalian jalan duluan aja". Ucap suar dengan penglihatan yang masih abu abu.
Tapi mereka bertiga tidak menggubris ucapan suar sedikitpun,  mereka malah terus saja bicara dan bercanda di depan suar. Suar pun tersenyum.
" Di sini masih ada sinyal do,  main ML bentar ah". Ucap fatih sembari Tertawa memainkan handponenya.
" bener tih,,  mabar yu mabar". Sahut ridho
Suar hanya tersenyum, mendengar teman teman lamanya yang gila itu.  Ada sepercik perasaan bersyukur di hati suar,  sebab ia temukan kembali masa-masa yang sudah hilang bertahun-tahun lalu bersama mereka.  Suar pun menyadari kesalahan fatalnya adalah ia belum sempat makan sebelum pergi mendaki tadi.
" sudah yu jalan lagi".ucap suar
" udah santai, istirahat Aja  biar pulih dulu. Ngak perlu buru-buru, udah nikmatin aja. " balas ridho
" udah ayo jalan,  yang lain udah pada jauh tuh. " Sahur suar.
" Yaudah iyah, yu jalan lagi takut kemaleman." sahut fatih.
Merekapun kembali berjalan.  sungguh, ini pengalaman pertama bagi suar mendaki gunung, di perjalanan ia banyak menemukan kebun-kebun pertanian para petani,  memang jalur yang mereka lewati sudah bisa di jangkau dengan kendaraan bermotor.
Sesekali mereka beristirahat, saling melempar gurawan, Saling berteriak sebab suara mereka menggema dari balik bukit,   saling tertawa dan saling menyiratkan bahwa perjalanan ini begitu menyenangkan. Suar banyak-banyak Bersyukur di beri kesempatan untuk bisa pergi bersama mereka.
Setelah melakukan perjalanan sekitar 4 jam,  mereka pun sampai ketika langit sebentar lagi hendak gelap.  Para kaum adam pun membangun tenda, mereka membangun 3 tenda,  para kaum hawa pun hanya diam melihat mereka mengotak atik barang,  tapi sesekali suar pun membantu mendirikan tenda. Mereka membagi-bagi tugas,  untuk membawa air,  mencari kayu bakar,  ataupun hal hal penting lainnya.
Langit pun gelap,  sudah waktunya solat. Suar tidak tau kemana harus mencari air untuk wudhu di keadaan yang sudah gelap, ia memilih melakukan tayamun, mengusap tangan dan wajah, lalu melakukan solat di dalam tenda.
Malam semakin larut dalam dingin, di terpa angin yang begitu kuat menerpa kulit. Diluar tenda fatih bermain gitar seorang diri,  mungkin sedang menikmati kepingan luka yang pernah ia jahit di dalam dadanya. Yang lainnya juga sibuk bergurau,  menertawakan hal hal receh yang pernah ada.  Suarpun berdiam di dalam tenda Bersama sani dan resma,  tenda mereka berhadapan dengan tenda ridho,  bertujuan untuk menghalau angin agar tidak terlalu kencang Menerpa.  Ridho menyalakan kompor kecil,  lalu memasak air untuk wedang jahe yang akan ia teguk,  ia kembali menambahkan jahe ke dalamnya,  supaya hangatnya semakin menghangatkan tubuh.
Suarpun mencoba terlelap,  tapi pahanya terasa begitu sakit,  benar-benar sakit,  ia merasa dingin, benar-benar dingin,  suar pun khawatir takut terkena hipotermia,  ia pun membuka handphone lalu berusaha mencari tahu gejala gejala hipotermia,,  tapi nahas sinyal begitu tak bersahabat,  hanya messenger yang bisa ia gunakan. Akhirnya ia meminta tolong untuk di carikan gejala gejala hipotermia pada sahabatnya. Beruntung, setelah sahabatnya mengiriminya scrennnan gejala hipotermia, suar bisa bernafas lega. Ternyata apa yang ia alami bukan gejala hipotermia.  Sedikit demi sedikit rasa sakit di paha nya mulai mereda, akhirnya ia bisa tertidur dengan pulas.
Pagi pun meninggi, kejutan pun terpampang di hadapan suar.  Langit yang cerah matahari yang menyinari.  Dan yang paling memukau suar adalah untuk pertama kalinya ia melihat pelangi begitu dekat, di depan matanya. Meskipun kaki suar masih terasa sakit,  dan berjalan dengan sedikit terpincang-pincang.
Merekapun berkumpul,  menikmati dataran awan yang membentang menutupi pemukiman warga di bawahnya. Mereka bersua foto,  mengambil gambar dari sudut sudut paling eksotis,  sungguh pengalaman yang tidak akan pernah bisa suar lupakan.
Suar pun menatap haru daratan awan yang memanjakan pelupuk matanya. Dalam hati ia tidak berhenti mengucap sukur pada sang semesta,  ia pun menatap langit lantas menyadari. mimpinya terwujud dengan begitu sempurna.
Suar kembali menemukan tawa luar biasa dari  para sahabatnya.  Ia temukan kembali rasa bahagia dan rindu yang sudah lama sirna. Ingin rasanya suar tetap tinggal sepanjang waktu di sana.  Di ketinggian 2194 meter dari permukaan laut. Di syurga dunia puncak sulibra. Artapela.
Setelah dzuhur merekapun bergegas kembali untuk pulang.  Meninggalkan puncak tapi tidak meninggalkan segala kenangan tentang ketinggian.  Suar  berdoa,  semoga bisa kembali dan menuai cerita bahagia di lain suasana. 
Suarpun kembali merebahkan diri di kasur kesayangan, ia tersenyum kecil.  Lantas mengucap syukur begitu gempur,  lalu ia tertidur setelah lelah melakukan perjalanan paling mengesankan itu.



Tantri Setiawati,
Bandung, 17 mei 2020.
Ig : @stnsw.x
Fb : Tantri s
















0 comments:

Posting Komentar