Artapela
2018,
Berbaring
di kasur ternyaman, melepaskan segala beban yang sudah lama tidak menemukan
muara untuk pulang. Gadis remaja bernama suarina Ini Terbiasa bersibuk ria
menuntut ilmu di pesantren, tapi selalu Punya mimpi ingin pergi ke tempat yang
Bisa membuatnya lebih dekat dengan langit.
Suarina
yang kerap di panggil suar ini, memiliki saudara yang sudah menjadi karibnya
selama 15 tahun terakhir. Sejak TK, SD dan SMP pun mereka selalu bersekolah di
sekolah yang sama. Tapi memasuki jenjang
SMA, suarina memilih bersekolah di luar kota dan meneruskan pesantren di sana.
Dan saudara karibnya yang bernama fatih Pun memilih untuk meneruskan sekolah nya
di bandung.
Saat
ini suar sedang pulang setelah menghabiskan 1 semester di sana. Suar begitu
menggilai hal-hal berbau pendakian meskipun belum pernah sekalipun pergi
mendaki ke gunung. Ia selalu punya keinginan untuk bisa pergi dan mewujudkan
harapannya, yaitu untuk bisa lebih dekat dengan langit.
Akhirnya
sang maha semesta mengabulkan tiap harapannya. Fatih mengajaknya pergi mendaki
gunung Artapela untuk pertama kalinya,
bagi fatih ini Kesekian kalinya ia pergi mendaki Gunung. Tanpa basa basi suar pun mengiyakan ajakan
fatih.
"fatih, tapi kan aku tidak punya peralatan untuk
mendaki, carrier pun aku tidak punya?
". Tanya suar
"sudahlah, masukan saja barang-barang mu ke dalam tasku.
Dan sebagai gantinya kamu bawa gitarku. " jawab fatih
"Memang
tidak apa apa? ".
"
Tenang, tidak papa, lagi pula kan ini
pertama kalinya kau pergi mendaki, biar aku jadikan mu sebagai ratu di sana.
Dan supaya tinggi badanmu tidak makin pendek karena membawa tas yang
berat, hhi. " nada fatih meledek.
"
gimana kamu aja tih, malas aku bicara denganmu. " timbal suar sambil
menempelkan tangan kanannya di kening.
"
nanti kita berangkat dzuhur, jadi
bersiap siaplah."
"
oke siap. "
••••••
Dzuhurpun
tiba setelah selesai solat, Suar dan fatih bergegas pergi. Mereka tidak hanya
berdua, fatih mengajak sahabat sahabat
mereka yang lain. Yaitu Ridho sebagai
orang yang akan menunjukan jalan, Ardi,
dan yang lainnya. Perempuan yang lainnya pun ikut serta yaitu sani dan resma.
Mereka pergi dengan rombongan para sahabat lainnya.
Jam
menunjukan pukul 14:00 WIB, menunjukan mereka harus segera memulai pendakian.
Sebelumnya mereka sempat mampir ke sebuah musola untuk membersihkan beras untuk
di masak nanti, kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Awalnya semua berjalan lancar bagi suar, ia mulai menaiki tangga-tangga tanah Yang kemudian
menyuguhkan pemandangan pemukiman sekitar yang begitu indah dari ketinggian
yang masih rendah. Hingga tiba-tiba
pandangan suar mulai gelap, kepalanya berputar-putar, nafasnya mulai sesak, ia sesekali berhenti
lalu kembali berjalan, hingga akhirnya
dia memilih untuk duduk dan menepi lebih lama.
Di sekeliling nya ada fatih,
ridho dan ardi, merekapun ikut
berhenti ketika melihat suar mulai kehilangan tenaga untuk berjalan.
"
udah kalian jalan duluan aja". Ucap suar dengan penglihatan yang masih abu
abu.
Tapi
mereka bertiga tidak menggubris ucapan suar sedikitpun, mereka malah terus saja bicara dan bercanda
di depan suar. Suar pun tersenyum.
"
Di sini masih ada sinyal do, main ML
bentar ah". Ucap fatih sembari Tertawa memainkan handponenya.
"
bener tih,, mabar yu mabar". Sahut
ridho
Suar
hanya tersenyum, mendengar teman teman lamanya yang gila itu. Ada sepercik perasaan bersyukur di hati
suar, sebab ia temukan kembali masa-masa
yang sudah hilang bertahun-tahun lalu bersama mereka. Suar pun menyadari kesalahan fatalnya adalah
ia belum sempat makan sebelum pergi mendaki tadi.
"
sudah yu jalan lagi".ucap suar
"
udah santai, istirahat Aja biar pulih
dulu. Ngak perlu buru-buru, udah nikmatin aja. " balas ridho
"
udah ayo jalan, yang lain udah pada jauh
tuh. " Sahur suar.
"
Yaudah iyah, yu jalan lagi takut kemaleman." sahut fatih.
Merekapun
kembali berjalan. sungguh, ini
pengalaman pertama bagi suar mendaki gunung, di perjalanan ia banyak menemukan
kebun-kebun pertanian para petani,
memang jalur yang mereka lewati sudah bisa di jangkau dengan kendaraan
bermotor.
Sesekali
mereka beristirahat, saling melempar gurawan, Saling berteriak sebab suara
mereka menggema dari balik bukit,
saling tertawa dan saling menyiratkan bahwa perjalanan ini begitu
menyenangkan. Suar banyak-banyak Bersyukur di beri kesempatan untuk bisa pergi
bersama mereka.
Setelah
melakukan perjalanan sekitar 4 jam,
mereka pun sampai ketika langit sebentar lagi hendak gelap. Para kaum adam pun membangun tenda, mereka
membangun 3 tenda, para kaum hawa pun
hanya diam melihat mereka mengotak atik barang,
tapi sesekali suar pun membantu mendirikan tenda. Mereka membagi-bagi
tugas, untuk membawa air, mencari kayu bakar, ataupun hal hal penting lainnya.
Langit
pun gelap, sudah waktunya solat. Suar
tidak tau kemana harus mencari air untuk wudhu di keadaan yang sudah gelap, ia
memilih melakukan tayamun, mengusap tangan dan wajah, lalu melakukan solat di
dalam tenda.
Malam
semakin larut dalam dingin, di terpa angin yang begitu kuat menerpa kulit.
Diluar tenda fatih bermain gitar seorang diri,
mungkin sedang menikmati kepingan luka yang pernah ia jahit di dalam
dadanya. Yang lainnya juga sibuk bergurau,
menertawakan hal hal receh yang pernah ada. Suarpun berdiam di dalam tenda Bersama sani
dan resma, tenda mereka berhadapan
dengan tenda ridho, bertujuan untuk
menghalau angin agar tidak terlalu kencang Menerpa. Ridho menyalakan kompor kecil, lalu memasak air untuk wedang jahe yang akan
ia teguk, ia kembali menambahkan jahe ke
dalamnya, supaya hangatnya semakin
menghangatkan tubuh.
Suarpun
mencoba terlelap, tapi pahanya terasa
begitu sakit, benar-benar sakit, ia merasa dingin, benar-benar dingin, suar pun khawatir takut terkena hipotermia, ia pun membuka handphone lalu berusaha
mencari tahu gejala gejala hipotermia,,
tapi nahas sinyal begitu tak bersahabat,
hanya messenger yang bisa ia gunakan. Akhirnya ia meminta tolong untuk
di carikan gejala gejala hipotermia pada sahabatnya. Beruntung, setelah
sahabatnya mengiriminya scrennnan gejala hipotermia, suar bisa bernafas lega.
Ternyata apa yang ia alami bukan gejala hipotermia. Sedikit demi sedikit rasa sakit di paha nya
mulai mereda, akhirnya ia bisa tertidur dengan pulas.
Pagi
pun meninggi, kejutan pun terpampang di hadapan suar. Langit yang cerah matahari yang menyinari. Dan yang paling memukau suar adalah untuk
pertama kalinya ia melihat pelangi begitu dekat, di depan matanya. Meskipun
kaki suar masih terasa sakit, dan
berjalan dengan sedikit terpincang-pincang.
Merekapun
berkumpul, menikmati dataran awan yang membentang
menutupi pemukiman warga di bawahnya. Mereka bersua foto, mengambil gambar dari sudut sudut paling
eksotis, sungguh pengalaman yang tidak
akan pernah bisa suar lupakan.
Suar
pun menatap haru daratan awan yang memanjakan pelupuk matanya. Dalam hati ia
tidak berhenti mengucap sukur pada sang semesta, ia pun menatap langit lantas menyadari.
mimpinya terwujud dengan begitu sempurna.
Suar
kembali menemukan tawa luar biasa dari
para sahabatnya. Ia temukan
kembali rasa bahagia dan rindu yang sudah lama sirna. Ingin rasanya suar tetap
tinggal sepanjang waktu di sana. Di
ketinggian 2194 meter dari permukaan laut. Di syurga dunia puncak sulibra.
Artapela.
Setelah
dzuhur merekapun bergegas kembali untuk pulang.
Meninggalkan puncak tapi tidak meninggalkan segala kenangan tentang
ketinggian. Suar berdoa,
semoga bisa kembali dan menuai cerita bahagia di lain suasana.
Suarpun
kembali merebahkan diri di kasur kesayangan, ia tersenyum kecil. Lantas mengucap syukur begitu gempur, lalu ia tertidur setelah lelah melakukan
perjalanan paling mengesankan itu.
Tantri
Setiawati,
Bandung,
17 mei 2020.
Ig
: @stnsw.x
Fb
: Tantri s
0 comments:
Posting Komentar