Jumat, 15 Mei 2020

REHAT



Perkenalkan, saya Qori atau teman-teman sekitar saya biasa memanggil saya dengan sapaan akrab Qoqoy. Sudah 4 tahun belakangan ini sejak saya masuk kuliah saya mulai jatuh cinta dengan alam bebas dimana saya bisa mengeluh sekaligus bersyukur. Entah bagaimana bisa begitu padahal dulu saya malas sekali mengikuti kegiatan outing di sekolah, olahraga pun jarang, di kampus juga saya tidak mendaftarkan diri sebagai anggota MAPALA. Tapi menurut saya, alam bebas selalu memberikan rasa rindu walaupun kami belum pernah “bertemu” sebelumnya.  Disisi lain, kegiatan ngalam menurut saya merupakan wujud apresiasi untuk diri saya sendiri yang sudah mau diajak lelah setiap harinya.
-7 Maret 2019-
            Pagi itu isi chat diponsel saya ramai dengan pertanyaan sejenis, begini bunyinya “Qoy, jadi kan hari ini ke Bandung?”.
Tugas-tugas mahasiswa semester akhir cukup membuat saya penat. Ingin rasanya istirahat sejenak untuk menyegarkan kembali jiwa pun raga. Saya mengajak 12 orang kawan saya untuk meliburkan diri sebentar dari ruwetnya tugas-tugas kuliah. Saat itu Artapela jadi tujuan kami. Selain karena Bandung terbilang dekat dari kota asal kami di Bogor, disana juga terdapat rumah kerabat kami yang bisa kami kunjungi. Lumayan untuk mengurangi biaya akomodasi penginapan nanti hehe. Memang dasar Bogor Kota Hujan, cuaca rupanya tidak merelakan kami untuk meninggal kota ini. Hujan mengguyur sejak pagi hingga malam tiba. Persiapan kami sudah matang sehari sebelumnya yang membuat kami tidak mungkin membatalkan perjalanan. Seperti biasa, rumah saya selalu jadi tempat berkumpul sebelum kami berpergian. Oh iya, saya adalah satu-satunya perempuan dalam perjalanan ini tapi tidak apa-apa saya sudah biasa menjadi satu-satunya perempuan diantara mereka dan saya merasa aman berada ditengah-tengahnya. Saya memang agak tomboy, teman-teman saya sering mengejek saya “jiga lalaki ditiungan” katanya hehe. Hujan agak mengecil, kami memutuskan untuk berpamitan pada kedua orangtua saya yang bagi teman-teman saya juga adalah orangtua mereka. 6 motor dengan masing-masing menunggang 2 orang diatasnya saat itu mulai menancapkan gasnya. Sayang sekali kala itu hujan terus mengguyur kami hingga sesampainya di Bandung. Kuyup, dingin, lepek, lapar menjadi satu. Tibalah kami di rumah kerabat kami di Bandung Barat lalu bermalam.
8 Maret 2019
Harum semerbak nasi uduk di warung sebelah tercium hingga membuat kami bangun. Seusai mandi dan sarapan kami berangkat menuju Artapela Bandung Selatan. Jumlah anggota yang tadinya 12 (Saya, Aufal, Rian, Hasbi, Dimas, Rafjan, Ido, Zulla, Agil, Alvin, Ari, Dhani) berubah menjadi 14 orang setelah kedua kerabat kami (Akbar dan Deni) di Bandung memutuskan untuk ikut serta. Sepanjang perjalanan saya melihat banyak sekali Bobotoh berjalan menuju stadion. Saya jadi bernostalgia saat 2015 lalu saya pernah menjadi salah satu supporter Persib yang bersorak sorai di SJH. Seru sekali rasanya. Ditengah perjalanan kami berhenti untuk membeli perbekalan guna memenuhi amunisi selama di Artapela sana. Tak terasa rupanya arahan dari Google Maps telah mengantarkan kami pada tempat tujuan. Tapi tunggu, seperti ada yg janggal.
Saat memasuki wilayahnya, kami menemukan pipa-pipa besar menandakan seperti ada sebuah pabrik disana. Perjalanan berhenti pada salah satu gerbang besar yang kami bingung apa didalamnya. Tidak tahu mau bertanya pada siapa karena kami tak mendapati keberadaan warga sekitar. Warung yang kami curigai sebagai tempat pengelola Artapela pun nampaknya tak bertuan. Sinyal hilang, kami betul-betul dibuat bingung. Dari kejauhan kami melihat ada motor mendekat dengan dua orang pemuda membawa arit. Dua pemuda itu rupanya petani kebun sekitar. Mereka bertanya apa dan kemana tujuan kami lalu kami jelaskan dengan terbata-bata, maklum kemampuan berbahasa sunda halus kami dibawah rata-rata. Dua pemuda itu memberitahu bahwa kami salah pintu masuk karena ternyata pintu masuk ini sudah ditutup. Benar saja! Namun begitu, dua pemuda ini menawarkan solusi untuk dapat tetap masuk lewat jalur ini dan menitipkan kendaraan kami pada mereka. Deal! Kami sepakat dengan tawaran itu. Saya berjalan paling depan mengikuti salah satu pemuda tadi yang menunjukan jalur lalu dibuntuti oleh beberapa teman saya dibelakang. Pemuda itu hanya mengantar kami sampai perkebunan warga. “Dari sini ikutin jalur aja ya” tuturnya. Tanah yang gembur membuat saya kesulitan berjalan dibeberapa menit pertama. Seringnya kami dibuat terpukau setiap kali berhenti untuk istirahat sambil memandangi pemandangan sekitar.
Lembayung senja membuat kami tidak menyadari bahwa waktu maghrib sudah sangat dekat. Saat itu posisi kami ada pada hamparan kebun kentang dan wortel yang luas. Jarang kami dapati pohon rindang untuk berlindung sementara sehingga angin Artapela terasa menusuk tubuh ini. Kami tidak mendapati lahan berkemah sama sekali hingga pada akhirnya kami mendengar ”Woi! Disini!” diikuti lambaian tangan diujung sana. Alhamdulillah, akhirnya ada petunjuk adanya kehidupan. Kami berjalan menghampiri sekelompok orang yang terus memberikan “sinyal” sembari kami jalan menghampiri. Layaknya kebanyakan orang di gunung, sesampainya di camp area kami saling bertegur sapa, bersalaman dengan pengunjung lain, basa-basi agar suasana menjadi hangat. Ternyata mereka juga senang sekali dengan kedatangan kami karena disana hanya ada satu tenda milik mereka saja saat itu. Kawan-kawan baru kami ini agak heran“kok muncul dari sana bang?” tanyanya pada salah satu teman saya. Ya, memang sejak awal tadi kita sudah salah pintu masuk. Sayang sekali malam itu tidak satupun dari kami yang ingat untuk membawa senter atau headlamp, basa-basi kami dengan penghuni tenda sebelah berbuah baik, mereka menawarkan bantuan penerangan saat kami memasang tenda-tenda untuk berlindung dari dinginnya angin malam. Ada satu momen yang saya ingat sampai sekarang dimana saat hendak menyantap makan malam, rupanya ada yang lebih dulu memantau santapan kami. Anjing-anjing perkebunan sekitar yang jumlahnya dua atau tiga saya tidak ingat, menghampiri tenda dengan tujuan mengambil jatah makan kami. Teman-teman saya sadar betul diantara kami ber-empat belas hanya saya satu-satunya tidak takut anjing, alhasil mereka suruh saya mengusir anjing-anjing itu sementara mereka makan mie kemasan sambil thowaf mengelilingi tenda dengan mata waspada memastikan gerak-gerik anjing-anjing itu tidak kembali ke tenda kami hihihi bila ingat kejadian itu saya agak geli membayangkan wajah-wajah culun teman-teman saya :D
9 Maret 2019
            Embun pagi terasa membasahi tenda. Mentari pagi malu-malu menunjukkan pesonanya. Saya keluar tenda membangunkan teman-teman di tenda lain. “Udah pagi woi, bangun! Siapa mau kopi?” ucapku sembari menyiapkan kompor juga nesting. Maasya Allah, pagi itu benar-benar pagi yang indah di Artapela. Gundukan bukit-bukit terlihat indah. Seperti melihat bukit pada kartun favorit saya semasa kecil dulu, Teletubies. Saya memilih menghabiskan sekotak susu dan roti dibalik bukit dan tidak lama kemudian teman-teman saya menyusul membawa segelas kopi digenggamannya. Pemandangan pagi dibalik bukit membuat saya banyak bersyukur bisa menikmati ciptaan-Nya yang begitu sempurna. Matahari lambat laun meninggi. Sekitar jam 10 tim polda (polisi dapur) yang beranggotakan saya dan Rian mulai sibuk memasak untuk kami makan siang sebelum perjalanan turun. Minimnya persediaan air memaksa saya untuk masak ala cowboy alias sayur mayurnya hanya dibersihkan tanpa dicuci hihi. Masakan matang, teman-teman saya menyantap dengan nafsu dengan memuji hasil masakan saya dan Rian yang menurut mereka enak sekali. Saya dan Rian saling memandang menahan tawa, mereka tidak tahu saja masakan itu agak “jorok” prosesnya :D
            Selesai berkemas kami kembali ke balik bukit untuk mengabadikan gambar dilatar belakangi pemandangan Artapela yang luar biasa indah. Waktu “istirahat” kami sudah habis disini. Sebelum pulang ke kota asal, saya meminta teman-teman menemani saya keliling kota Bandung sebentar untuk mengobati rasa kangen ini.Sudah saatnya kami kembali dengan tugas kami sebagai mahasiswa akhir. Setidaknya pikiran kami sudah kembali segar dan kami kembali kuliah dengan aura positif Artapela yang mungkin sampai saat ini meninggalkan bekas. Waktu berlalu, saya dan teman-teman satu persatu meninggalkan bangku perkuliahan dengan profesi yang berbeda-beda sekarang. Ingin rasanya kembali berkumpul untuk kembali rehat sejenak bersama.

14 Mei 2020,
Qori Pertiwi.

Berdiri kanan - kiri : Rafjan, Rian, Akbar, Zulla, Ido, Alvin, Agil, Dhani, Ari
Jongkok kanan - kiri : Deni, Hasbi, Qori, Dimas
Jongkok kanan - kiri : Deni, Hasbi, Aufal, Dimas
 
     
Dari: Qori Pertiwi <qoripertiwi01@gmail.com>
Date: Jum, 15 Mei 2020 00.08
Subject: Instagram account @qoripertiwi

3 komentar:

  1. Terimakasih sudah menjadi cheff kita walaupun sayurnya tidak dicuci, tapi tak apa karena saat itu corona belum muncul di bumi pertiwi ini. See you in next trip

    BalasHapus
  2. Haha suka ngakak kalo inget proses pembuataan sayurnya. Tp alhamdulillah pd sehat yaaa :) see you next trip

    BalasHapus