Ditulis oleh : Neelan Eka Yuniar
Facebook : Neelan Eka Yuniar
Instagram : @neelan88
“Cobain ke Artapela,
Cuma kebun doang.” Pernyataan simpel dari seorang teman yang saat itu sedang gencar-gencarnya
meracuni pikiran dan imajinasiku mengenai nikmatnya mendaki gunung. Hanya
kenikmatan dan keindahannya. Jelas menggebu karena kala itu aku baru
tersembuhkan dari rasa campuran antara sedikit penyesalan ditambah sedikit
trauma setelah mendaki Gunung Rakutak untuk pertama kalinya pada Mei 2016.
Untuk seorang pemula, apalagi perempuan yang jarang sekali berolahraga, atau
bepergian jauh yang membuat tubuh terlatih dengan rasa lelah sampai bercucuran
keringat, gunung tersebut cukup membuat aku sendiri sampai berucap
“Alhamdulillah bisa sampe, tapi sumpah kedepannya gak akan lagi mau diajak
muncak”. Aku tidak akan jelaskan alasan mengapa aku berkata demikian karena
sebagian orang mungkin sudah tahu bagaimana medan dan jalur pendakian Gunung
Rakutak bagi pemula perempuan ya, bukan bagi laki-laki apalagi yang sudah pro,
jadi mohon bijak menanggapinya huhu ...
Masa-masa penyembuan
dari trauma naik gunung berlangsung hingga pada awal agustus 2019 yang mulai
tertarik “nikreuh” lagi karena tanpa disadari diri ini semakin dekat pada hal
yang berhubungan dengan pendakian. Banyak teman yang secara konsisten menjajal
beberapa gunung besar dan berbagi cerita. Hingga pada 16 Agustus 2019 aku Arth,
diajak teman saya Tha dan Vela untuk nanjak dan bermalam di Gunung Artapela.
Entah mengapa hati ini langsung yakin, antusias dan berani. Berani mendaki
tanpa diantar teman laki-laki atau kenalan yang sudah pro.
Tiga perempuan lajang
siap berangkat mendaki pada tanggal 17 Agustus 2019, aku yang kebetulan
berprofesi sebagai Guru SMP Negeri didaerah tempatku tinggal sampai harus
meminta izin untuk tidak mengikuti Upacara Hari Kemerdekaan pada saat itu
karena memiliki kesempatan langka dan
merasa sudah sangat penat dengan jadwal yang padat. Tha, adalah pengusaha
minuman yang saat ini sedang viral sekaligus pemilik tenda kece yang kami pakai
untuk berkemah. Tidak banyak cerita tentang dia selain seorang yang sedikit
pendiam namun “cengos” hanya ketika kami bersama. Satu lagi Vela, si pecinta
teh dan kopi yang mungkin 80% tubuhnya sudah mengandung caffeine. Meskipun dia mengaku 85% tapi percayalah dia hanya
bercanda. Mantan pemain boxing ketika
masih kuliah jurusan Analis kimia, namun berakhir menjadi guru IPA di sekolah
yang sama denganku. Ya .. kami rekan kerja.
Bermodalkan Google
Map menuju basecamp Cirawa, sampailah kami sekira pukul 7.00 pagi dengan
masing-masing Carriel overloadnya.
Vela yang seperti “buyur” adalah orang yang paling rutin membutuhkan toilet.
Aku menyebutnya “Si usus lempeng”.
Setelah Tha mengurus simaksi kami secara bergantian izin memakai toilet salah
satu warga. Kekonyolan pertama dimulai dari Vela yang mengalami kemalangan
“kancing coplok” sehingga harus meminjam bola untuk menyulam ulang kancing
tersebut. Setelah bersiap kami berdoa untuk keselamatan pendakian. Start pukul 08.00 pagi, 15-20 menit
berlalu kami berada di jalur yang dilalui motor trail, agak mengganggu memang
karena kita harus menepi hingga menempelkan pada apapun yang ada disamping
jalan.
....
the fire’s inside us, it’s out of control which way to go? Will never know
But
you take me to places never beenbefore
I
can’t take it no more, i’m yours .... (Jonas B & Chelcee – Wild)
Manusia tak luput
dari dosa bukan? Dosa pertama yang kami lakukan adalah ketika tangan
membutuhkan Trekking Pole, didepan
mata disuguhkan ranting kering yang menghalangi jalan, jiwa tebas kami membara.
Maafkan kami yang mencuri ranting namun kami tetap meminta izin ditempat ketika
membuat Trekking Pole virtual tersebut sehingga kami rasa dosa kami tidak
terlalu berat untuk kami tanggung bertiga. Apa sih yaa ..
....
geudaeneun eodie innayo, nohjimarajwo
Remember
now to save me .... (Monogram – Lucid Dream)
Memang benar Artapela
itu hanya kebun, tak ada hutan. Matahari yang masih terasa hangat ditubuh
menjadi alasan rasa senang, nyaman dan bahagia ketika hanya melihat para petani
yang sedang panen, melontarkan candaan, tertawa bersama dan semakin maju
berlalu. Dari kejauhan nampak para pendaki yang turun terdengar bersorak ria,
tanah kering berwarna coklat keemasan, warnanya cantik tersorot matahari pukul
09.00 pagi, mengasap akibat pijakan kaki para pendaki. Cantik namun tetap
“kebul” guys apalagi kena mata sama hidung, “peurih” L.
....
geuttae urin seororeul bomyeo
sarangeul
yaksokhae .... (BrotherSu & SE O – While you were sleeping)
Tiga puluh menit
berlalu “salatri” tiba lebih awal, Vela membuka roti gulung selai strawberi
buatan Ibu Fatmawati, lezat sekali. Posisi di hamparan kebun yang terlihat
tandus karena baru beberapa hari sayuran seperti kentang, kol, dan wortel
dipanen. Benar-benar kering dan bisa dibayangkan betapa “kebul”nya sepanjang
tanah disana. Selain karena beban carriel yang subhanallah sekali, logistik
yang berlebihan, perlengkapan tidur dan solat, peralatan masak yang luar biasa
lengkap juga karena niat awal adalah nanjak santai maka santailah kami ini.
Banyak pendaki tutun yang bilang “semangat teh 5 menit lagi” kami jawab
“Bohong” yang diakhiri tertawa bersama. Teriak sekeras yang kita bisa, buang
gas dengan santai dan bebas haha .. Keseruan-keseruan kecil yang sulit
ditemukan jika bukan digunung.
....
made it through the maze to find my one in a million
Now
you’re just a page torn from the story i’m living ... (MIIA – Dynasty)
Ucapan adalah doa,
niat santai maka sampai ke puncakpun kami memakan waktu 5 jam di gunung
Artapela. Malu sebenarnya..
....
arms, I’ll be safe in your sound ‘til I come back around
For
now the day bleeds into nightfall .... (Lewis C – Someone You Loved)
Sedikit cerita
tentang bagian pahit yang dialami Vela ketika 400-500 meter sebelum sampai ke
puncak, dia mulai merasa ingin menyerah, sudah terlalu capek, panas yang sangat
menyengat, bahunya lecet karena air sekitar 4-5 liter dia bawa sendiri, the
best. Aku sendiri tidak tahu
penderitaannya sampai seperti itu karena aku sudah jauh memimpin didepan dengan
pikiran bahwa salah satu dari kami harus cepat sampai dipuncak untuk menandai
area dimana tenda akan kami dirikan, mengingat cukup banyak pendaki yang naik
saat itu. Jujur saja kami adalah pendaki yang sedikit “ogoan”, ingin tempat
yang nyaman dan tidak terlalu berisik dan yang pasti view adalah yang paling utama. Terimakasih atas pengorbananmu Vela,
love you .. you are a true wonderwoman.
....
you don’t know me and you don’t know my style
Fast
with the cash I just throw it in the bag, everything i wanna have,
Well
I think you get the gist .... (CL - Lifted)
Pukul 01.00 siang
kami merebahkan diri ditempat yang kami tandai dan mulai mendirikan tenda,
serta berkeliling melihat sekitar sambil mencari keberadaan toilet yang
merupakan hal terpenting bagi kami bertiga saat berkemah. Beberapa toilet
darurat cukup banyak namun jauh dari kata layak. Kami ingat seorang bapak
diperjalanan mengatakan jika kami membutuhkan bantuan, carilah Pak Cahyu.
Beliau adalah penjaga puncak Artapela agar tetap aman, bersih dari sampah dan
pusat informasi yang berhubungan dengan basecamp.
....
you make me sing “Ooh la la laa
You
make a girl go “Ooh ooh” I’m in love, love .... (Echosmith - Bright)
Waktu berjalan cepat,
kami menemui pak Cahyu dan disediakan air wudhu serta dipersilahan untuk
menggunakan saung tempatnya beristirahat sebagai tempat solat zuhur. Setelah
kembali ke tenda kami mulai melakukan ritual, membongkar isi carriel, menata
makanan, alat masak dan pakaian ditempatnya masing-masing. Sungguh lebaynya
kami adalah camping itu seolah-olah menginap di hotel. Tetapi kami adalah
orang-orang yang berkomitmen dengan segala keinginan. Momen Hari Kemerdekaan
itu kami maknai dengan bersyukur, karena merdeka itu sejahtera bukan? Tidak
mengizinkan dirimu mengeluh pada keadaan apapun, maka sejahtera setara dengan
bersyukur. Doa kami hari itu hanya meminta pada Tuhan YME untuk menjadikan kami
manusia Indonesia yang ahli syukur.
....
If you lose your everything, think you can’t go back to the time
Keep
in mind it’s not your fault, in the end I am gonna be with you .... (Dok2 &
Mad Soul Child – Player)
Senja mulai tiba,
keceriaan kami nikmati dengan mendengarkan musik-musik instrumental dan mengisi
suara dengan lantunan lirik sehingga terdengar seperti konser bagi kami,
harmonisasi tiga suara yang dipadukan medadak terdengar diluar dugaan.
Menikmati teh Thailand untuk menghangatkan tubuh, menyantap mie instan yang
dipadukan dengan tahu, sosis dan rumput laut, hingga tak sadar bahwa matahari
senja yang sangat cantik mulai menyorotkan pesonanya, lekas kami mencari kamera
untuk mengabadikan momen layung senja yang cukup cepat menghilang. Disinilah
momen-momen mendebarkan sebagai seorang campcer lovers ketika berpacu dengan waktu senja, situasi masih aman dan
tidak terlalu ramai.
....
You raise me up, so I can stand on mountain
You
raise me up to walk on stormy seas .... (SH – You Raise Me Up)
Diujung pandang
tersamar seorang pria muda yang tersenyum-senyum pada kami, semakin mendekat
semakin jelas bahwa dia mengenal salah satu dari kami. “Bu, hehehehhe” teriak
anak itu. Salah satu siswa Vela di SMK ternyata, namanya Nanang, hiking bersama
seorang gadis, mungkin gebetannya, atau mungkin juga pacarnya, entahlah L. Mereka bergabung di depan tenda
kami, setelah diperhatikan sepertinya mereka hanya membawa raga tanpa amunisi,
lalu kami tawari makanan tapi sungguh angkuhnya mereka menolak sambil
tertawa-tawa “Enggak bu ah sok aja buat ibu, takut ibu gak kenyang”. Sialnya
ketika mereka akan turun karena hari sudah sore, mereka menitipkan sesuatu pada
kami, satu buket sampah yang ia tabung dalam saku-sakunya selama mendaki,
“Doraka pisan ka guru”. Oh ya gadis yang bersama dengan Nanang bernama Nining
yang mungkin jika suatu saat berumah tangga dan menamai anaknya Nang Ning Ning
Nang Eeuu, skip.
....
She works the night, by the water
She’s
gonna stress, so far away from her father’s daughter .... (Hyolyn – Rockabye)
Azan magrib terdengar
dari handphone Vela, kami bereskan
kartu cangkulan joker tempe, lope, kriting dan pasung yang kami mainkan,
cangkang kuaci yang lumayan membuat mulut kami keram, mengamankan Mic Abah yang
saat itu launching perdana di atas gunung. Memasukkan semua barang-barang kami
kedalam tenda dan mengeluarkan alat solat, tisu, headlamp, dan mengumpulkan botol kosong untuk kami isi ulang saat
kami turun menuju saung Pak Cahyu yang berjarak sekitar 700 meter dari tenda.
Sedikit tersentak ketika berdiri dan melihat sekitar, tanpa disadari tenda kami
sudah di kepung oleh tenda-tenda lainnya, seperti imam yang diaping oleh
makmum. Ciee.
....
All the flowers are gone away, He has gone away again
Carrantuohill
and cliffs of Moher, and last night he came to me .... (LJE – The Longing
Dance)
Pak Cahyu Pahlawanku.
Sungguh, kami diizinkan berwudhu menggunakan air yang beliau “kunjal” sangat
jauh. Air yang sangat bersih dan dingin, kaya si dia L. Karena bersih, Pak Cahyu menawarkan
untuk mengisi botol-botol kosong untuk persediaan kami. Setelah solat magrib
kami luangkan waktu untuk mengobrol dengan Pak Cahyu, seputar Artapela, seputar
keluarganya, kepedulian beliau mengurus kebersihan area camp, dan banyak lagi.
Artapela beruntung memiliki Pak Cahyu, teringat kebaikannya ketika mengucapkan
“Kesini aja neng kalau butuh apa-apa mah, air juga kalau habis kesini
aja”. Mungkin karena tahu kami hanya
bertiga dan perempuan semua, beliau lebih perhatian pada kami, padahal saya
tahu sejatinya Pak Cahyu memang orang yang sangat baik.
Api
Unggun, kami tentu tak ingin melewatkannya meskipun beberapa gunung mulai
melarang membuat api unggun di area camp mengingat saat itu juga sedang musim
kemarau yang tentu membahayakan kelestarian alam jika terjadi kebakaran. Namun
aku melihat tumpukan kayu bakar yang lumayan banyak di saung Pak Cahyu, aku
pikir apa boleh yaaaa. Kulihat beliau memiliki tungku, aaaahhh mungkin itu kayu
bakar persediaan beliau selama menginap disini. Tapi hati ini tetap greget.
“Pak, di area camp boleh bikin api unggun gak?” aku yang spontan. “Boleh neng,
neng mau bikin api unggun?” jawabnya. Waaahhhh senaaanggg. Kami bertiga
langsung saling tatap dan tersenyum-senyum (saling tatap antara aku, Tha dan
Vela yaaa). Kami membeli kayu yang sudah disiapkan oleh Pak Cahyu. “Nanti aja
bapak anterin kayunya sambil patroli neng, kasian berat” tuturnya. Cieee fix
Pak Cahyu adalah Dilannya Artapela.
....
We let the waters rise, We drifted to survive
So I
could care just before we, Collapsed, collapsed, collapsed
Oh,
how the darkness keeps it’s grip? .... (Natalie Taylor – Surrender, Collapsed,
Come to This)
Saat perjalanan
kembali kedalam tenda, kulihat ada yang aneh dengan sorotan senter dan headlamp, tiba-tiba kudangahkan kepala
melihat langit dan waaww, jutaan bintang menyambut kami, indah sekali. Jauh
tetapi sinarnya membuat bumi hampir seterang pagi hari dan kuberbisik dalam
hati “Kini dan esok adalah hari baik”. Dan yeah kami lapar kembali. Tha membuka
lapak untuk memasak, Vela membongkar timbunan makanan. Mie instan + tahu +
rumput laut, sosis panggang, rendang buatan ibu Fatmawati siap disantap, serta
kebab dan pizza yang hanya dalam imajinasi saja, karena ribet jika kedua
makanan itu kami bawa naik gunung, tak lupa teh Thailand tetap mewangi
disekitar tenda kami membuat banyak bisik-bisik manja dari tenda lain .
Ditengah kenikmatan yang Allah SWT berikan untuk perut kami, tiba-tiba sorotan
senter yang lebih dari satu mengarah pada tenda kami, sungguh kaget dan ayam
ayam ayam (ih latah). Hati kami berdebar dan sedikit takut ada apa ini.
Effect
slow motion dan terdengar lantunan
See
ya never gone my way .....
Better
will someday ....
Never
far away .... (Heize & HSJ – Round and Round)
Ku tak percaya momen
seperti ini akan terjadi, semakin sorotan mendekat dan menyilaukan mata kami,
dengan perlahan munculah sesosok pria menghampiri dengan dua orang teman
dibelakangnya, menggunakan kupluk dan syal leher, dengan botol air di tangan
kirinya. Sama seperti ketika kau ditunjuk gurumu untuk maju kedepan dan mengisi
soal di papan tulis, hatiku pun berdebar seperti itu, persis. Jangan berpikir
yang tidak-tidak ketika membaca ini karena akupun menyesal beberapa detik
kemudian. Persoalan dijantungku berakhir dan berpindah pada tangan yang
menyangga pada tanah tiba-tiba menjadi lemas ketika kulihat satu teman dari
pria didepannya memeluk seikat penuh kayu bakar. Gubrakk.
“Neng, masih ada airnya? hehe kayu
bakarnya mau sekalian bapak “hurungin”?” ucap Pak Cahyu, si pria berkupluk.
Seketika musik slow motion yang terngiang dalam imajinasi ini berhenti dan
berganti dengan suara-suara riang tawa dari tenda lain yang entah menertawakan
apa, namun dalam situasi seperti ini jiwa baperku bangkit, tawa mereka seperti
tertuju pada kebobrokan imajinasiku. Aku malu pada diriku dan gunung tempatku
berpijak saat itu. Pak Cahyu datang untuk berpatroli diseluruh area camp
bersama dua temannya, sekaligus membawakan kami kayu bakar dan air untuk
berjaga-jaga bila di butuhkan, saat itu sekitar pukul 08.00 malam.
....
A whole new world,
a
new fantastic point of you (Zayn Zhavia – A Whole New World)
Saatnya berkencan
dengan api unggun, kami bertiga keluar tenda dan duduk diatas matras mendekat
pada sumber kehangatan, kuputar lagi playlist musik di handphoneku dan
bersenandung lembut mengikuti irama musik dan lenggokan api yang saling
berpautan. Kami bertiga menyenderkan punggung satu sama lain. Ditengah candaan
yang tak ada habisnya datanglah seorang pria dari tenda samping menghampiri
kami dengan langkah yang sedikit ragu, dalam hati ini bergumam “kisah pria yang
menghampiri, lagi?”. Ku sebut si pria micin, karena datang untuk meminta
sesuatu yang kami tak punya, micin.
.... Up’s the only direction I see
As long as we keep this, low low low low low low low lowkey ....
(NIKI - Lowkey)
Api mengecil, dan
waktu menunjukkan pukul 10.00 malam. Kami adalah wanita-wanita disiplin,
meskipun bisa saja kami begadang menghabiskan malam indah yang sayang jika
dilewatkan, namun kami terbiasa menempatkan sesuatu sesuai porsinya, jika
dirasa cukup yasudahlah. Beberapa batang kayu kami sisakan untuk api unggun kedua
di subuh hari, karena itulah saat-saat paling dingin di atas gunung. Semua alat
dan makanan kami amankan didalam tenda kecuali sepatu, matras dan kayu bakar.
.... sumi meojeul deut, sirin tongjeungi
Jaebit haneurae bulkge muldeureoganda ... (Kim Yuna – Be Colored)
Tentu saja tidur kami
tak nyenyak, disamping tenda yang dikelilingi beberapa tenda lain dengan jarak
yang lumayan dekat, hal biasa dari pendaki pada umumnya adalah semakin malam
adalah waktu yang semakin asik untuk berisik. Dan benar saja, tengah malam
sangat riuh dengan obrolah dan candaan bahkan teriakan. Ketika malam menjadi
sangat dingin barulah sepi membuat tidur kami sedikit nyenyak.
....Nae
gaseumeun haneopsi badakkaji
Nareul
dulleossaneun modeun ge duryeowojyeo .... (Rosseane – If It Is You)
Seperti biasa azan
subuh berkumandang dari handphone
Vela saat tidur sedang nyenyak-nyenyaknya. Kami bangun untuk mencuci wajah dan
menyikat gigi secara bergantian menggunakan air sedingin es. Sungguh aktivitas
itu kami lakukan disaat semua tenda sepi, konyolnya kami mengendap-endap supaya
tak mengganggu mereka yang sedang tertidur. Tayamum dan solat subuh di atas
matras dan samping tenda selesai, dingin sekali. Embun membasahi benda
disekitar kami. Aku dan Vela menyiapkan kompor dan gas portable, greentea dan
ovaltine untuk membuat hot chocolate. Sedangkan Tha mengumpulkan alumunium foil
dan bahan yang akan dia gunakan untuk membuat api. Pikir kami mengulangi
nikmatnya kehangatan api unggun semalam adalah ide yang bagus sebelum sunrise
tiba, maka acara camping ceria kami hari itu akan terasa sempurna. Tak butuh
waktu lama bagi Tha untuk menciptakan api, aku dan Vela bersorak ketika cahaya
orange tersebut muncul dari kayu ditangan perkakas Tha. Masih kuingat sekali
euforia kala itu, wajah-wajah segar bersih, tiga jenis minuman panas hampir
selesai dihidangkan, tiga manusia pemburu perfecto dengan kaus kaki dan blanket
corak The Nun siap pada posisi masing-masing mengelilingi api unggun.
....
Bad gyal no swalla nuttin’, word to the Dalai Lama
He
know I’m s fashion killa, word to John Galliano .... (Jason D & Nicki M -
Swalla)
Menggelitik kala
mengingat kembali, kami tak menyangka akan merasa kehilangan disebuah tempat
bernama gunung. Karena sebelumnya kami tak pernah punya pikiran buruk pada
apapun dan pada siapapun. Kesempurnaan yang kami idamkan .. aaahh sedih ku
menceritkannya L.
Innalillahi Suluh kami HILANG.
....
So if you know .. the right way
Meomchujima
tto geureoga .... (KTY - Voice)
Sungguh kami
benar-benar kehilangan, kami tak bohong. Bahkan Tha dan Vela sangat sweet dan
cute secara bersamaan, mereka “ngutruk” selama berjam-jam lamanya. Dan dosa
kami yang kedua adalah dengan terus membahas kehilangan kayu bakar,
menerka-nerka siapakah yang telah meminta kayu bakar namun lupa “bebeja”.
Seketika bayangan malam ketika terlelap memenuhi pikiran kami, Tha yang merasa
ada seseorang berjalan mengendap pelan disekitar tenda kami menjadi suudzon
pertama untuk menebak pelaku pencurian kayu bakar berharga kami. Suudzon kedua
datang dari Vela yang terbangun tengah malam ketika suara teriakan panik
terdengar dari beberapa tenda sekitar 40 meter di hadapan kami, ternyata salah
satu tenda disana terbakar saat dini hari, suudzon tersebut didasari oleh
keyakinan bahwa saat malam api unggun hampir tak ada yang membuat api selain
tenda kami. Aku tak memiliki suudzon lain, namun hanya menimbang kedua
kemungkinan yang diutarakan Tha dan Vela.
....
They say it won’t be hard,
They
can’t see the battles in my hearts .... (Julia Brennan – Inner Demons)
Minuman kami cepat dingin,
dan tersambung dengan matahari muda yang mulai menyapa hangat kami para
perantau ketinggian. Mendadak hampir seluruh penghuni tenda keluar untuk
menyaksikan salah satu keajaiban alam dan mengabadikannya. Ekspresi tulus, haru
dan rasa syukur hingga sulit berkata-kata menyatu menjadi kesatuan. Hal yang
paling kubenci adalah saat itu, belum selesai dan puas ku menikmati magic dari
suatu pagi, hatiku sudah rindu yang bahkan sialnya aku masih disana, masih
berdiri ditempat yang akan kurindukan. Kau mengerti maksudku?
.... looking up at the sky, I think I
see the start of a sunrise
And
I will forgive myself, and start to let it go .... (Beth C – I Am Not Nothing)
Setelah puas dengan
hasil jepretan kamera kami membuat sarapan, menghabiskan cemilan sebanyak yang
kami bisa sehingga beban dalam carriel berkurang. Hangat mulai menjadi panas
dan kami mulai packing untuk pulang. Banyak pasang mata tertangkap sedang
memandang kami ketika packing carriel, mengumpulkan sampah, gotong royong
membereskan tenda dan bahkan membantu mengangkat carriel secara bergantian.
Suudzon selanjutnya adalah perasaan tak mau dikasihani muncul membuat kami
dengan sengaja menciptakan banyak kekonyolan dan tawa yang tak ada hentinya
demi mengusir rasa risih atas pandangan mereka dan mengkonfirmasi bahwa kami
oke, kami perempuan dan baik-baik saja. Meskipun mungkin makna pandangan mereka
bukan seperti yang kami pikirkan.
....
Girls like you run around with guys like me
‘til
sundown, when I come through
I
need a girl like you, yeah yeah .... (Hai Ha – Girls Like You)
Kami turun pada saat
pendaki lain baru sarapan dan masih menikmati rebahan dihangatnya matahari
pukul 09.00. Kami selalu seperti itu. Tak lupa pamit pada Pak Cahyu yang baik
hati dan tidak “judes”, memberikan semua makanan yang tak sempat kami makan.
Kebiasaan yang sulit diubah, camping semalam namun membekali diri dengan
logistik untuk tiga malam. Percayalah kenistaan semua pecinta kuliner ada pada
moto nya, “Hidup Untuk Makan, dan Makan untuk Hidup” kadang juga “Hidup adalah
Udunan”.
....
The legends and the myths, The testaments they told
The
moon and it’s eclipse ....(Aspen – Something Just Like This)
Pukul 10.00 pagi kami
pamit undur diri. Selama perjalanan menuruni gunung Artapela kami ditemani
deretan lagu dan musik yang kami sukai, membuat langkah kaki ini lebih panjang
dari biasanya, tubuh ini melesat tak seperti biasanya, berlari meskipun tak ada
niat untuk berlari. Tak ada keluh kesah, tak ada teriakan manja “Break”, tak
selalu melihat jam tangan, banyak tersenyum seperti sudah gila. Tak ada kata
menghemat tenaga, tak ada kata jaim, bertingkah seperti seorang samurai, spider
girl. Maha memalukan. 11.30 siang kami sampai di basecamp. Satu setengah jam
kami bisa turun, lalu mengapa ketika naik membutuhkan lima jam untuk sampai
puncak, Wallahu a’lam.
....
I’d climb every mountain
And
swim every ocean, just to be with you .... (Calum Scott – You Are The Reason)
Naik gunung dimomen
Hari Kemerdekaan tidak harus selalu membawa bendera dan mengadakan upacara
bendera lalu difoto dengan tangan menghormat pada bendera. Kami memaknai
kemerdekaan negara kami ini dengan bersyukur
seikhlas-ikhlasnya, merealisasikan keinginan tanpa merepotkan orang
lain, membiasakan untuk mandiri, berusaha membalas kebaikan orang lain, tidak
meninggalkan kewajian pada sang pencipta, membuang sampah pada tempatnya, hemat
air dan yang terpenting tidak mencuri kayu bakar orang lain, pray for hawu kami.
....
Two heart, one valve, pumpin’ the blood, we were the flood
We
were the body and (Imagine Dragon – Birds)
Terimakasih Pak
Cahyu, terimakasih api unggun, terimakasih bintang malan 18 Agustus 2019.
Berani untuk lelah, berani untuk kotor dan berkeringat, berani untuk jauh dari
rumah dan berani untuk terbatas.
Maka yang ku dapatkan adalah teman yang saling menerima apa adanya, tidak mudah
membenci sesuatu yang kurang indah, mampu bertahan ditempat yang asing tanpa
merengek ingin pulang. Meskipun dengan segala keterbatasan yang ada, hati ini
selalu berkata, ini hanya sementara. Tak apa untuk lapar dan haus, tak apa
untuk kedinginan dan kurang nyenyak, tapi mata, hati dan pikiranku punya
segalanya dan tak terbatas. Jalan
untuk memuaskan rasa syukur, membuktikan bahwa apapun yang terjadi itulah yang
terbaik untukku.
....
Now I like dollars, I like diamonds
I
like stunting, I like shining .... (Cardy B – I like It)
Salam
rindu dari kami Arth, Tha dan Vela J
0 comments:
Posting Komentar