PENDAHULUAN
Gunung merupakan tempat yang tidak biasa untuk di huni manusia,
khususnya gunung yang memiliki ketinggian di atas 2.000 mdpl, ketika ingin
berkunjung kesana harus memiliki persiapan khusus dari berbagai aspek.Setidaknya
ada 4 aspek yang harus diperhatikan dalam mendaki gunung. Pertama adalah gunung
sebagai objek media berkegiatan yang artinya pendaki harus mengetahui data-data
gunung tersebut, kedua adalah pendakinya sebagai subjek pelaku, ketiga
peralatan pendakian sebagai perlengkapan mendaki , keempat adalah logistik
makanan sebagai penunjang. Selain itu ada beberapa faktor yang tak kalah
penting yaitu pengetahuan keilmuan mendaki gunung, etika lingkungan dan budaya
keadatan. Aspek pendaki sebagai subjek merupakan penentu keberhasilan pendakian
gunung. Kelalaian manusia secara pribadi atau antar pribadi dalam kelompok
menjadi cikal bakal kecelakan (subjectif danger). Persiapan peralatan,
persiapan dana, persiapan skema transportasi, persiapan fisik, dan lain
sebagainya. Namun banyak orang yang memandang sepele mengenai persiapan fisik,
sehingga berbagai kecelakaan di gunung menjadi hal sangat mungkin terjadi.
Prinsipnya Semakin lama kita berada di gunung, semakin banyak yang
harus di persiapkan, semakin cepat kita ke gunung semakin sedikit hal yang
harus di siapkan. Jangan berlama-lama di gunung bila kita tidak mempunyai
tujuan jelas, hanya untuk menikmati suasana gunung tidak perlu waktu berlama,
tanpa keberadaan manusia gunung akan memperbaharui ekosistemnya, gunung sebagai
ayat nyata tuhan akan memberikan ketenangan bagi pikiran dengan bagaimanapun
caranya mendaki. Alam akan selalu bercerita kepada seluruh indra yang ada pada
manusia melalui desir angin, dingin yang menusuk kulit, awan yang menggumpal,
tumbuhan dan pohon yang berdiri tegak, batuan yang menjulang dan lainnya, semua
itu merupakan interaksi alam yang akan berbisik baik secara lansung ataupun
tidak yang akan mendidik dan memberikan pelajaran kepada manusia untuk bisa beradaptasi
dengannya. Sehingga hadirnya buku ini bisa semoga jadi inspirasi kepada para
pendaki gunung, untuk bersama-sama menjadi pendaki yang setidaknya mandiri
tidak menyusahkan teman pendakian atau bahkan harus repot orang lain
mengevakuasi karena kelalaian kita dalam melakukan pendakian gunung, serta
hadirnya buku ini semoga bisa menambah khasanah keilmuan pendakian gunung, khususnya di gunung
Indonesia.
Mendaki gunung identik dengan melakukan sebuah Camping, mendirikan tenda di gunung, membuat
perapian dengan membakar kayu di hutan, membawa bekal makanan begitu banyak. Bahkan masih ada yang mendaki gunung untuk berburu,
mencari kayu bakar sampai dengan melakukan ritual pesugihan. Hal tersebut
memang bukan merupakan sesuatu
yang tidak benar, banyak manfaat
yang bisa dirasakan oleh para pendaki itu sendiri seperti menjadi percaya diri,
menambah keberanian atau menambah daftar tempat yang dikunjungi kemudian di upload dalam media sosial. Hal demikian bukan masalah
serius yang akan menyebabkan bencana bagi masyarakat banyak. Namun sayangnya, para pendaki yang tidak dibekali
pengetahuan tentang mendaki gunung menjadikan tingkat kecelakaan mendaki gunung
bertambah, sampah di gunung berserakan, dan ekosistem terganggu. Data menyebutkan sampah yang ada
di gunung Gede Pangrango pada tahun 2013 mencapai 14 ton, perubahan ekosistem
di gunung sedikit berubah, tingkat kecelakaan pada kurun waktu 2014-2015
meningkat (sumber:berbagai sumber)
meskipun sebenarnya itu bukan sepenuhnya kesalahan para pendaki, namun perlunya
pengetahuan serta perubahan dari cara mendaki, sistem yang di tetapkan,
peraturan yang berimbang, serta pengelolaan yang berkelanjutan.
Dari dulu Sampai saat ini mendaki gunung menjadi trend yang masih digemari
para penikmat ketinggian. Bahkan penikmatnya semakin meningkat sejak tahun 2014,
setelah kemunculan film-film bernuansa pendakianmuncul di layar lebar, dari
sejak itu mulai bermunculan pendaki-pendaki baru yang penasaran untuk mendaki
gunung yang akhirnya ketagihan dan menyebarlah ke yang lain akhirnya menjadi
wabah mendaki gunung.Memang akan banyak perdebatan dalam hal banyaknya pendaki
gunung, namun kepada siapa harus mengadu entahlah kepada siapa. Padahal
komunitas pendaki gunung sangat banyak sekali, hampir di setiap desa, kecamatan,
dan kota memiliki komunitas pendaki gunung. Di sektor kampus saja, banyak
sekali organisasi Pecinta Alam (PA) yang mewadahi salah satunya kegiatan
mendaki gunung. Namun anehnya hampir tidak ada lembaga pemerintah yang ingin
mewadahi komunitas para pendaki gunung atau pecinta alam, entah kenapa?aku juga
tak tahu, tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.
Cara menikmati keindahan gunung tentu berbeda dengan bentuk dan adat
yang di miliki sendiri. Sampai saat ini belum ada standar pasti yang baku dalam
melakukan pendakian gunung, entah kenapa namun yang pasti setiap gunung
memiliki kekhasannya masing-masing sehingga berbeda pula cara maupun teknik
mendakinya. Melakukan pendakian gunung memang membutuhkan banyak aspek untuk
mendukung pendakian tersebut, baik itu segi fisik, mental, strategi,
perhitungan yang matang, serta banyak lagi hal yang lainnya. Banyaknya ilmu
yang menunjang untuk pendakian gunung tidak menutup kemungkinan, orang yang mendaki
gunung biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata secara intelektual,
emosional dan sosial dan harusnya cerdas secara spiritual. Namun persepsi
mendaki gunung hanya sebagai pelepas galau, melakukan botram, mencari jodoh,bisa
menutup manfaat besar dari mendaki gunung. Tapi banyak juga orang awam yang
tidak pernah naik gunung,biasanya mereka mengatakan buat apa mendaki
gunung?Memang itu hal sulit untuk dijawab jika belum pernah merasakannya, paling
kita bilang “nanti juga loe tau” seperti kaya diiklan gitu, dan silahkan kalau
mau tahu kenapa mendaki gunung rasakan sendiri sama elo gitu.
Ada orang mendaki gunung karena perintah orang lain, tapi kebanyakan
orang mendaki berasal dari inisiatif sendiri yang bisa jadi awalnya
ketertarikan melihat orang lain. Jarang sekali orang yang dibayar karena
mendaki gunung (kecuali porter/pemandu) artinya mereka telah memompa diri untuk
melakukan sesuatu yang tidak ada manfaat secara materi namun bermanfaat secara
emosi. Secara tidak di sadari orang yang mendaki gunung telah melakukan sekolah,
karena belajar menghadapi kondisi alam dan terpaan alam semestaakan membuat
kita lebih dewasa dan banyak tahu akan pendakian, pengalaman mengajarkan banyak
hal seperti sikap, mental, fisik, kepribadian, keterampilan dan kedewasaan
berfikir,“hebat lah pendaki gunungmah”.
Mendaki gunung bukanlah aktivitas cepat saji, bagaikan mie instan
begitu ingin mendaki bisa lansung berangkat. Itu yang memang banyak terjadi
pada para pendaki di Indonesia karena mungkin menganggap gunung Indonesia tidak
terlalu tinggi sehingga menganggap remeh mendaki gunung.Manajemen Pendakian
Gunungpersepsi mendaki gunung masa kini merupakan salah satu bentuk usaha
manusia untuk bisa menikmati keindahan alam sekaligus mendapat manfaat sehat
dan kebugaran jasmani.Manajemen Pendakian Gunungmemiliki peranan penting selain
itu beberapa manfaat selain untuk diri pribadi tetapi tidak kurang manfaat
untuk alam nya itu sendiri. Dengan melakukan manajemen pendakian akan membuat
pendakian kita menjadi nyaman dan yang paling penting kita membawa barang yang
tepat sehingga tidak akan membuang sampah yang dibawa tidak terlalu banyak,
tidak merusak ekosistem gunung karena kita tidak terlalu lama berada digunung
serta manfaat lainnya yang bisa didapat dari Manajemen Pendakian Gunung.
Untuk
memahami pendakian gunung, buku ini akan memandu bagaimana melakukan pendakian
gunung, model pendakian mana yang bisa di lakukan sesuai dengan kondisi anda.
Buku ini juga menjelaskan penentuan grade gunung dengan sistem baru dalam
mendaki gunung di Indoenesia, dengan itu menambah keilmuan baru dalam pendakian
gunung di Indoensia. Buku ini terdiri
dari 5 shelter (bab) , dimana kesemuanya mengandung unsur management, olahraga,
psikologi, kondisi fisik, kepecinta alaman dan keilmuan lainnya.
0 comments:
Posting Komentar