SISTEM PENDAKIAN GUNUNG
Istilah sistem diambil dari bahasa Yunani yaitu sustema sedangkan dalam
bahasa Latin yaitu systema . Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia (hal.465) sistem
adalah bentuk, komposisi, cara, metode, prosedur. Menurut Henry Prat Fairchild
& Eric Kohler Sistem adalah rangkaian yang saling terkait, terdiri dari
beberapa bagian , apabila salah satu bagian mengalami gangguan maka bagian yang
lain akan ikut terganggu karena semua bagian tersebut saling bergantung satu
dengan yang lain. Sedangkan mendaki gunung adalah kombinasi olahraga dan
kegiatan rekreasi untuk mengatasi tantangan dan bahaya pada lereng dan jurang
untuk mendapatkan pemandangan yang indah dari puncaknya walaupun harus melewati
kesulitan (sumber : felistigris.ucos.net-publ). Sedangkan menurut Sumitro, dkk
(1997:1) bahwa pendakian gunung adalah suatu kegiatan yang berorientasi pada
alam terbuka dan mendaki ke tempat yang lebih tinggi merupakan tujuan utama
aktivitas olahraga tersebut. Sehingga dapat kita tarik benang merah bahwa
sistem pendakian gunung adalah suatu cara atau prosedur yang terstruktur dalam
melakukan kegiatan yang berorientasi pada alam terbuka dan mendaki ke tempat
tinggi dari mulai persiapan, mendaki sampai kembali ke tempat awal
keberangkatan.
Tidak banyak materi yang bisa kita temukan mengenai sistem pendakian
gunung. Sebagaimana
telah banyak kita ketahui bahwasanya dalam mendaki gunung kita telahtelah
mengenal Himalaya dan Alphine system. Sebagai sistem pendakian kedua type ini
merupakan system yang di anut dan di sadur dari luar Indonesia, bahkan gunung
yang digunakannya pun di gunung es yang jelas berbeda dengan gunung yang ada di
Indonesia.Dalam melakukan kegiatan pendakian gunung yang banyak dilakukan di
pegunungan Indonesia, para pendaki menggunakan sistem pendakian hanya pada
saat-saat tertentu saja biasanya ketika dalam ekspedisi atau pengembaraan. Tetapi pada saat mendaki
biasa, tidak banyak orang yang mengikuti sistem pendakian. Sistem bagaikan
sebuah kurikulum kalau dalam dunia pendidikan sekolah, dimana kurikulum ini
sebuah satuan keseluruhan dari mulai awal sampai akhir pendidikan. Banyak
pendaki yang menyepelekan sebuah sistem sehingga tidak ada tahapan yang jelas
dalam sebuah pendakian gunung. Sistem yang ada hanya bertumpu pada tingkat
keberhasilan dan cara beristirahat. Dalam pendakian gunung, semua sistem dapat digunakan tergantung pada
situasi, kondisi dan keberadaan gunung. Baik secara sistem himalaya, Alphine
maupun Indonesia sistem bisa jadi pilihan dalam melakukan pendakian gunung.
1.
Himalayan
System
Himalayan Sistem Adalah
sistem pendakian yang dipergunakan untuk perjalanan
pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu (sumber : Diktat Wanadri). Sistem
ini berkembang pada pendakian ke puncak-puncak pegunungan Himalaya. Pegunungan Himalaya yang
memiliki ketinggian diatas 8.000 mdpl bukan tempat yang dengan mudah dapat
kunjungi. Perjalanan yang jauh membuat pendaki harus membuat beberapa camp
untuk bisa mencapai satu puncak. Dalam pendakian biasa sistem himalaya biasanya
digunakan dalam melakukan perintisan jalur untuk mencapai puncak. Namun dalam perintisan ini
bukan karena jauhnya jarak, namun karena waktu yang digunakan untuk bisa
menentukan jalur dan jalan yang di lalui. Kerjasama kelompok dalam system ini terbagi dalam
beberapa tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Walaupun hanya satu
anggota tim yang berhasil mencapai puncak sedangkan anggota tim lainnya berada
ditengah perjalanan, pendakian ini dapat dikatakan berhasil.
2. Alpine System
Adalah sistem pendakian yang berkembang dipegunungan Alpen pada khususnya, dengan tujuan agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama. Sistem ini lebih cepat karena pendaki tidak perlu kembali ke base camp, karena perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan terus maju membuka flying camp.Sistem ini banyak digunakan dalam pendakian gunung di Indonesia, dimana para pendaki seluruhnya mencapai puncak.
3. Indonesian Sistem
Adalah sistem
pendakian yang berkembang pada ekspedisi pendakian di gunung Indonesia. Bila
dilihat dari cara campnya bisa di bilang system ini merupakan penggabungan dari
dua system Himalayan dan alphine. system
ini telah dilakukan dari tahun 2005
PAMOR melakukan ekspedisi TRIAS (Tambora, Rinjani, Agung, Semeru). Pada waktu
itu para pelaku ekspedisi menamai pendakian ini dengan model pendakian maraton.
Sistem ini mengutamakan kecepatan para tim pendaki dengan dukungan tim support
(pendukung). Bisa dikatakan dalam system ini para pendaki melakukan system alphine
sedangkan para tim support melakukan system Himalaya. Indonesia sistem adalah jenis mendaki secara
tim dimana para pendaki menggunakan cara longmarch
dan para tim support membuat basecamp dengan meminimalkan perlengkapan yang di
bawa pendaki dan memaksimalkan kekuatan tubuh tim pendaki untuk mendaki secepat
mungkin dengan beban seringan mungkin untuk mencapai puncak dan turun kembali.
Tim dari Indonesia sistem ini terdiri
dari beberapa tim yakni:
-
Tim
basecamp
Adalah Tim yang
berada secretariat/basecamp organisasi yang memberangkatkan tim untuk mendaki.
Tim ini berfungsi untuk mempublikasikan kondisi tim serta mengkordinasikan
kepada pihak terkait bila ada hal yang mendesak.
-
Tim
support/management
Adalah tim yang
ikut bersama tim pendaki untuk mempersiapkan segala kebutuhan pendaki dari
peralatan sampai logistik makanan serta mengatur perpindahan pendaki dari
gunung satu ke gunung yang lain.
-
Tim
pendaki
Adalah tim yang
telah dipersiapkan dari segi fisik dan mental untuk melakukan pendakian gunung
sesuai dengan cara dan waktu yang telah di tentukan oleh tim manajement.
Indikator dalam melakukan
system pendakian Indonesia adalah sebagai berikut :
a.
Dilakukan
secara tim
b.
Adanya
tim basecamp, tim support/management dan tim pendaki
c.
Adanya
latihan fisik yang sesuai dengan gunung yang akan di daki sebelum mendaki,
minimal 6 bulan.
d.
Adanya
simulasi pendakian sebelum mendaki medan yang sebenarnya.
e.
Adanya
target waktu pencapaian mendaki gunung untuk tim pendaki sesuai dengan
kemampuan para pendaki (measureable)
f.
Melakukan
pendakian gunung secara beruntun (continues)
tanpa istirahat yang lama setelah mendaki (minimal istirahat 1 hari)
g.
Tidak
meninggalkan vandalism, sampah dan menebang pohon.
Adapun manfaat dan keuntungan
dari mendaki gunung dengan sistem pendakian gunung Indonesia ini adalah sebagai berikut :
a.
Menanamkan
pendidikan kepada para pendaki untuk mempersiapkan fisik yang prima untuk
mendaki, karena gunung merupakan tempat yang extreme untuk datangi.
b.
Meminimalisir
sampah yang dibawa ke gunung sehingga sedikit demi sedikit tidak ada sampah
yang di hasilkan oleh para pendaki.
c.
Tidak
merusak keanekaragaman hayati gunung, karena tidak ada camp dan api unggun.
d.
Mengurangi
kecelakaan yang terjadi saat mendaki apalagi kematian saat mendaki gunung.
e.
Mendaki
gunung lebih irit biaya tapi bisa mendaki banyak gunung.
f.
Membuat
sehat para pendaki gunung karena syarat akan unsur olahraga.
g.
Unsur
pembelajaran yang banyak dalam setiap pendakian yakni bidang olahraga,
management, ekonomi, sosial humanistik, etika lingkungan,ilmu gizi dan ilmu
lain yang mendukung.
h.
Melakukan
pendakian secara terukur dari segi waktu, kemampuan fisik, logistik yang di
butuhkan.
Ketiga sistem
ini bisa di lihat perbedaanya seperti pada table di bawah ini.
Himalaya |
Alphine |
Indonesia |
Basecamp |
Longmarch /flycamp |
Basecamp & longmarch |
Satu orang pendaki mencapai puncak di anggap
berhasil |
Harus semua tim mencapai puncak baru berhasil |
Seluruh tim pendaki harus mencapai puncak |
Tim support mendaki berbarengan |
Tim support mendaki berbarengan |
tim support mendukung di basecamp pendakian |
Target keberhasilan terletak pada pencapaian
puncak |
Target keberhasilan terletak pada pencapaian
puncak |
Target keberhasilan terletak pada pencapaian puncak,
waktu pendakian, dan jumlah pendaki. |
Di lakukan di pegunungan es Himalaya di atas
8.000 mdpl |
Di lakukan di pegunungan es Alphen di atas 4.000 mdpl |
Dilakukan di pegunungan tropis Indonesia di
bawah 4.000 mdpl. |
Sumber : Buku Manajemen Pendakian Gunung Indonesia,
0 comments:
Posting Komentar