Jumat, 04 Juni 2021

Update Sistem pendakian Gunung


      SISTEM PENDAKIAN GUNUNG

Istilah sistem diambil dari bahasa Yunani yaitu sustema sedangkan dalam bahasa Latin yaitu systema . Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia (hal.465) sistem adalah bentuk, komposisi, cara, metode, prosedur. Menurut Henry Prat Fairchild & Eric Kohler Sistem adalah rangkaian yang saling terkait, terdiri dari beberapa bagian , apabila salah satu bagian mengalami gangguan maka bagian yang lain akan ikut terganggu karena semua bagian tersebut saling bergantung satu dengan yang lain. Sedangkan mendaki gunung adalah kombinasi olahraga dan kegiatan rekreasi untuk mengatasi tantangan dan bahaya pada lereng dan jurang untuk mendapatkan pemandangan yang indah dari puncaknya walaupun harus melewati kesulitan (sumber : felistigris.ucos.net-publ). Sedangkan menurut Sumitro, dkk (1997:1) bahwa pendakian gunung adalah suatu kegiatan yang berorientasi pada alam terbuka dan mendaki ke tempat yang lebih tinggi merupakan tujuan utama aktivitas olahraga tersebut. Sehingga dapat kita tarik benang merah bahwa sistem pendakian gunung adalah suatu cara atau prosedur yang terstruktur dalam melakukan kegiatan yang berorientasi pada alam terbuka dan mendaki ke tempat tinggi dari mulai persiapan, mendaki sampai kembali ke tempat awal keberangkatan.

Tidak banyak materi yang bisa kita temukan mengenai sistem pendakian gunung. Sebagaimana telah banyak kita ketahui bahwasanya dalam mendaki gunung kita telahtelah mengenal Himalaya dan Alphine system. Sebagai sistem pendakian kedua type ini merupakan system yang di anut dan di sadur dari luar Indonesia, bahkan gunung yang digunakannya pun di gunung es yang jelas berbeda dengan gunung yang ada di Indonesia.Dalam melakukan kegiatan pendakian gunung yang banyak dilakukan di pegunungan Indonesia, para pendaki menggunakan sistem pendakian hanya pada saat-saat tertentu  saja biasanya ketika dalam ekspedisi atau pengembaraan. Tetapi pada saat mendaki biasa, tidak banyak orang yang mengikuti sistem pendakian. Sistem bagaikan sebuah kurikulum kalau dalam dunia pendidikan sekolah, dimana kurikulum ini sebuah satuan keseluruhan dari mulai awal sampai akhir pendidikan. Banyak pendaki yang menyepelekan sebuah sistem sehingga tidak ada tahapan yang jelas dalam sebuah pendakian gunung. Sistem yang ada hanya bertumpu pada tingkat keberhasilan dan cara beristirahat.  Dalam pendakian gunung, semua sistem dapat digunakan tergantung pada situasi, kondisi dan keberadaan gunung. Baik secara sistem himalaya, Alphine maupun Indonesia sistem bisa jadi pilihan dalam melakukan pendakian gunung.

 

1.       Himalayan System


Himalayan Sistem Adalah sistem pendakian yang dipergunakan untuk perjalanan pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu (sumber : Diktat Wanadri). Sistem ini berkembang pada pendakian ke puncak-puncak pegunungan Himalaya. Pegunungan Himalaya yang memiliki ketinggian diatas 8.000 mdpl bukan tempat yang dengan mudah dapat kunjungi. Perjalanan yang jauh membuat pendaki harus membuat beberapa camp untuk bisa mencapai satu puncak. Dalam pendakian biasa sistem himalaya biasanya digunakan dalam melakukan perintisan jalur untuk  mencapai puncak. Namun dalam perintisan ini bukan karena jauhnya jarak, namun karena waktu yang digunakan untuk bisa menentukan jalur dan jalan yang di lalui. Kerjasama kelompok dalam system ini terbagi dalam beberapa tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Walaupun hanya satu anggota tim yang berhasil mencapai puncak sedangkan anggota tim lainnya berada ditengah perjalanan, pendakian ini dapat dikatakan berhasil.

 

2.    Alpine System

Adalah sistem pendakian yang berkembang dipegunungan Alpen pada khususnya, dengan tujuan agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama. Sistem ini lebih cepat karena pendaki tidak perlu kembali ke base camp, karena perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan terus maju membuka flying camp.Sistem ini banyak digunakan dalam pendakian gunung di Indonesia, dimana para pendaki seluruhnya mencapai puncak.

3.   Indonesian Sistem



Adalah sistem pendakian yang berkembang pada ekspedisi pendakian di gunung Indonesia. Bila dilihat dari cara campnya bisa di bilang system ini merupakan penggabungan dari dua system Himalayan dan  alphine. system ini telah dilakukan dari    tahun 2005 PAMOR melakukan ekspedisi TRIAS (Tambora, Rinjani, Agung, Semeru). Pada waktu itu para pelaku ekspedisi menamai pendakian ini dengan model pendakian maraton. Sistem ini mengutamakan kecepatan para tim pendaki dengan dukungan tim support (pendukung). Bisa dikatakan dalam system ini para pendaki melakukan system alphine sedangkan para tim support melakukan system Himalaya.  Indonesia sistem adalah jenis mendaki secara tim dimana para pendaki menggunakan cara longmarch dan para tim support membuat basecamp dengan meminimalkan perlengkapan yang di bawa pendaki dan memaksimalkan kekuatan tubuh tim pendaki untuk mendaki secepat mungkin dengan beban seringan mungkin untuk mencapai puncak dan turun kembali. Tim dari Indonesia  sistem ini terdiri dari beberapa tim yakni:

-          Tim basecamp

Adalah Tim yang berada secretariat/basecamp organisasi yang memberangkatkan tim untuk mendaki. Tim ini berfungsi untuk mempublikasikan kondisi tim serta mengkordinasikan kepada pihak terkait bila ada hal yang mendesak.

-          Tim support/management

Adalah tim yang ikut bersama tim pendaki untuk mempersiapkan segala kebutuhan pendaki dari peralatan sampai logistik makanan serta mengatur perpindahan pendaki dari gunung satu ke gunung yang lain.

-          Tim pendaki

Adalah tim yang telah dipersiapkan dari segi fisik dan mental untuk melakukan pendakian gunung sesuai dengan cara dan waktu yang telah di tentukan oleh tim manajement.

Indikator dalam melakukan system pendakian Indonesia adalah sebagai berikut :

a.       Dilakukan secara tim

b.       Adanya tim basecamp, tim support/management dan tim pendaki

c.        Adanya latihan fisik yang sesuai dengan gunung yang akan di daki sebelum mendaki, minimal 6 bulan.

d.       Adanya simulasi pendakian sebelum mendaki medan yang sebenarnya.

e.       Adanya target waktu pencapaian mendaki gunung untuk tim pendaki sesuai dengan kemampuan para pendaki (measureable)

f.        Melakukan pendakian gunung secara beruntun (continues) tanpa istirahat yang lama setelah mendaki (minimal istirahat 1 hari)

g.       Tidak meninggalkan vandalism, sampah dan menebang pohon.

 

Adapun manfaat dan keuntungan dari mendaki gunung dengan sistem pendakian  gunung Indonesia ini adalah sebagai berikut :

a.       Menanamkan pendidikan kepada para pendaki untuk mempersiapkan fisik yang prima untuk mendaki, karena gunung merupakan tempat yang extreme untuk datangi.

b.       Meminimalisir sampah yang dibawa ke gunung sehingga sedikit demi sedikit tidak ada sampah yang di hasilkan oleh para pendaki.

c.        Tidak merusak keanekaragaman hayati gunung, karena tidak ada camp dan api unggun.

d.       Mengurangi kecelakaan yang terjadi saat mendaki apalagi kematian saat mendaki gunung.

e.       Mendaki gunung lebih irit biaya tapi bisa mendaki banyak gunung.

f.        Membuat sehat para pendaki gunung karena syarat akan unsur olahraga.

g.       Unsur pembelajaran yang banyak dalam setiap pendakian yakni bidang olahraga, management, ekonomi, sosial humanistik, etika lingkungan,ilmu gizi dan ilmu lain yang mendukung.

h.       Melakukan pendakian secara terukur dari segi waktu, kemampuan fisik, logistik yang di butuhkan.


 

Ketiga sistem ini bisa di lihat perbedaanya seperti pada table di bawah ini.

Himalaya

Alphine

Indonesia

Basecamp

Longmarch /flycamp

Basecamp & longmarch

Satu orang pendaki mencapai puncak di anggap berhasil

Harus semua tim mencapai puncak baru berhasil

Seluruh tim pendaki harus mencapai puncak

Tim support mendaki berbarengan

Tim support mendaki berbarengan

tim support mendukung di basecamp pendakian

Target keberhasilan terletak pada pencapaian puncak

Target keberhasilan terletak pada pencapaian puncak

Target keberhasilan terletak pada pencapaian puncak, waktu pendakian, dan jumlah pendaki.

Di lakukan di pegunungan es Himalaya di atas 8.000 mdpl

Di lakukan di pegunungan es Alphen di atas  4.000 mdpl

Dilakukan di pegunungan tropis Indonesia di bawah 4.000 mdpl.

 

Sumber : Buku Manajemen Pendakian Gunung Indonesia, 

0 comments:

Posting Komentar